Saturday, March 29, 2014

PUISI 9



AKU

Aku bagaikan secarik kertas
Tergores debu, dibalut tanah
Apa masih berguna?
Apa kau masih melirikku?

Kau.....
Suaramu begitu merdu
Untuk mata-mata buta diujung sana
Membelai namamu dengan nada dan irama lembut
Kasih sayang, tanpa tau kau itu apa?

Bagiku.....
Suaramu bak petir menggelegar
Kadang pun tak bersuara
Saat kau berlalu padaku

Mungkin kau tak tau atau pura-pura tak tau
Kalau aku selalu disini menunggumu
Selalu...
Hingga kau kembali dari perang dunia yang tak berkesudahan ini

Atau kau tak kan sadar lagi
Dari tidur nyenyakmu saat ini
Dimana kau akan selalu butuhkanku
Hanya jika kau butuhkanku

Andai kau sadar dari mimpi mu
Apakah kau sadar akan aku?
Aku disni

PUISI 8



Aku bersamanya

Bukan aku
Bukan hanya aku
Gerombol kelelawar di ujung sana
Telah beranjak dari cahaya putih bergelora
Di sana

Aku bersamanya
Bersama cahaya putih itu
Juga hujan rintik penuh warna harapan
Disini, bersamaku

Aku bersamanya
Dikala terik surya mulai menembakkan
Sinar penghalau harapan bahagia
Namun surya pun mengalah
Dari impian yang lebih tinggi darinya
Lebih panas darinya

Aku pun bersamanya
Dikala sang kilat menyambar
Secercah impian agar musnah, hilang
Namun kilat pun mundur
Akan impian yang lebih cepat darinya
Lebih cerah darinya

Aku bersamannya
Bersama sang impian tangguh
Tak kan musnah hingga nanti aku bisa menggapainya
Disini......bersamanya,,,,,,,,

PUISI 7



Aku bukanlah aku

Aku yang sekarang bukanlah aku yang biasanya,
 kabut saadiwara seakan tak mau lepas
 menyelimuti hati yang lama-lama makin kelam
yang akhirnya ditelan kegelapan yang pekat.

 Makin pekat, pekat, pekat,
 hingga aku  tidak bisa lagi menatap lilin siang tadi,
Semua gelap tak berkesudahan 

Ini lah aku sekarang, rindu mematuk dirikku yang pilu
Atas  patahnya jembatan suci dua hati yang selalu dipayungi tawa,
Kini telah rapuh , musnah, tak berbekas sedebu pun
Tertelan jurang kematian
Jurang dalam  muncul diantaranya sudah
aku tak tau, apa yang harus ku lakukan
 disini, malam ini sendiri dan sekarang,

 aku hanya tau ini bukan aku,
aku bukan aku merembes ke otakku
yang kosong akan pelita subuh nanti dan subuh-subuh kemarin

PUISI 5



Aku tak boleh takut

Aku bukannya takut
Mengapa aku harus takut?
Pada bunga cantik
Dijalan kecil berjurang dalam
Gelap, terjal, suram,
Disana

Apakah aku harus takut?
Pada lentera terang
Di tengah gulita
Berdarah merah
Membalutnya

Apa aku harus takut?
Meski jiwaku berbisik takut
Melalui dendrit-dendrit serabut saraf
 dan menjalar menuju otakku
merangsang rasa takut yang mendalam
di jiwaku kepadanya

tapi...
hidup ini selalu berjalan
meski takutku terus bergejolak dalam sanubariku
tapi
aku tak bisa takut
aku tak boleh takut
aku dilarang takut
aku harus kalahkan takut
hingga
aku kalahkan takutku
padanya

PUISI 4



APA IYA

Apa iya?
Apa iya dirimu disana?
Menungguku dari curamnya tebing tinggi itu
Apa iya?
Hatimu begitu?
Atau hatimu sama dengan mawar cantik disana