Akhirnya Ku Menemukannya
Ini kisah tentang
seorang gadis biasa akhirnya menemukan jawaban tentang pertanyaan yang banyak
orang sering mempertanyakannya.
--------------------------------------------------------0------------------------------------------------------
Shabrina berjalan
sendiri di sebuah gang sempit dengan tas birunya yang sudah usang, tatapannya kosong, ya
inilah perasaan yang selalu disembunyikannya, perasaan yang menyesakkan dadanya
namun selalu berhasil ia sembunyikan dengan senyuman di bibirnya. Kembali
terngiang di telinganya perkataan Abel, salah seorang temannya” Semoga Hanifah dapet juara satu ya!” memang
tak ada yang salah dengan perkataan itu, namun tanpa disadari mengatakan hal
seperti itu disamping dirinya yang juga mengharapkan ada seseorang yang
mendukungnya merupakan hal yang menyakitkan untuknya.
Buliran air mata
kembali membasahi pipinya, tak ada yang mengerti bahwa air mata itu merupakan
jeritan hatinya yang mengharapkan cinta, tangisan yang berharap akan datang
hangatnya kasih sayang , memang hal itu adalah hal sepele yang mungkin sering
teman-temannya rasakan namun bagi dirinya, cinta dan kasih sayang adalah hal
yang langka untuk didapatkan, bahkan sempat terbesit di pikirannya bahwa dia
tidak pernah berhak mendapatkannya.
Shabrina menarik
nafas dalam, berat sekali rasanya beban hidupnya, seringkali terlintas
pertanyaan, apakah Tuhan itu Adil?
Entahlah, hingga saat ini ia belum
bisa menjawab pertanyaan itu.
Akhirnya langkah kakinya berhenti di depan
rumah dengaan cat abu-abu yang mulai luntur.
“Assalamualaikum”
Tidak ada jawaban,
Shabrina masuk dan ia mendapat abangnya yang paling tua sedang asyik bermain
game.
“ Bang, Ibu mana?”
“ Kerja” jawab
Abangnya ketus.
Ia kembali menghela
nafas, ya ini adalah salah satu dari beban hidupnya, akibat dari perceraian
itu, Ibunya harus rela banting tulang siang dan malam untuk menghidupi
keluarganya. Terbayang dalam benaknya wajah ibunya dengan garis keriput yang
menggambarkan susahnya hidup yang beliau jalani.
Tak lama kemudian,
sosok yang ia tunggu akhirnya datang dengan tubuh yang sudah mulai rapuh namun
tetap berusaha tersenyum tegar.
“ Kakak sudah pulang
nak? Sudah makan sayang?”
“ Udah bu”
Kemudian beliau
menengok ke arah anak laki-lakinya yang sama sekali tidak menggubris
kedatangannya.
“ Abang, sudah shalat
nak?”
Tak ada jawaban
“ Bang, udah shalat
nak?” dengan penuh kesabaran beliau kembali bertanya.
Namun, sekali lagi
tidak ada jawaban.
Shabrina yang geram
melihatnya akhirnya angkat bicara,
“Abang, denger gak
apa kata ibu? Atau emang udah tuli?!”
“ diem sih! Banyak
bacot amat?!”
“ makanya sopan dikit
sama orangtua!”
Akhirnya tanpa
berfikir panjang, Abangnya melayangkan tamparan di pipi Shabrina, sakit sekali,
Shabrina tak dapat menahan air matanya lagi,
“ Nak, Ya Allah
istighfar bang, istighfar! ”
Air mata deras
membasahi pipi Ibunya, segera beliau memeluk Shabrina
“ Makanya jadi adek
sopan dikit! Ibu juga, abang capek bu hidup gini terus!” lalu abangnya berlalu
dan membanting pintu kamar.
“ Kak, maafin ibu ya
kak, ini semua salah ibu” isak ibunya, tak ada yang lebih menyakitkan ketika ia
melihat air mata berlinangan di wajah ibunya tercinta, bahkan tamparan tadi pun
tidak ada apa- apanya.
“ Ya Allah, begitu
beratkah cobaan yang harus hamba hadapi” jerit Shabrina dalam hati
Kembali teringat masa
lalunya, masa lalu yang sempat memberikan harapan indah untuk sebuah kehidupan,
masa lalu ketika ia masih memiliki sebuah keluarga utuh yang bahagia, masa lalu
dimana abangnya sangat menyayangi ibunya bahkan tak kan berani marah bahkan
membentaknya, masa lalu dimana ia masih bisa merasakan kasih sayang sosok
laki-laki yang berwajah teduh, masa lalu dimana ia masih bisa bersandar kepada
sosok laki-laki itu ketika menangis sehingga tak harus menanggung sendiri
kekejaman hidup ini.
Namun, masa lalu yang
indah itu akhirnya hancur berkeping-keping disaat seseorang manusia datang dan
menghancurkan keluarganya, manusia yang sangat ia benci hingga saat ini.
Keluarganya kini retak, lelaki berwajah teduh telah pergi entah kemana, bahkan
abangnya yang tak kuat menahan cobaan ini sekarang berubah menjadi seseorang
yang tak pernah ia kenal, seseorang yang dipenuhi amarah bahkan tak segan-segan
mencaci maki ibunya, seseorang yang lebih senang menghabiskan waktunya bersama
teman-teman hingga larut malam, seseorang yang seperti tidak pernah mengenal
siapa Tuhannya, sejak saat itulah ia sering bertanya, apa benar Tuhan itu adil?
Tetesan hujan dari
langit milik Yang Maha Kuasa itu menjadi saksi dari selembar kehidupan seorang
gadis yang haus akan cinta, sedangkan disisi lain teman-temannya kelebihan
bahkan menyia-nyiakan cinta itu sendiri.
Jam tua yang
bergantung di dinding yang beberapa bagiannya diselimuti lumut itu masih menunjukkan pukul 2 dini hari,
disaat remaja-remaja lain sedang asyik berpetualang di negeri impiannya,
seorang gadis sedang bersujud menangis di hadapan Allah, Tuhan Yang Maha
Besar,ya gadis itu adalah Shabrina.
“ Ya Allah, ampunilah
dosa-dosa ayah dan ibuku, ampuni dosa hamba-Mu yang lemah ini, jangan engkau
biarkan ibuku yang menanggung dosa kami, anak-anaknya, Tolong hamba Ya Allah
izinkan hamba untuk bisa menggantikan air mata ibu menjadi sebuah senyuman
kebahagiaan, Aamiin”
Setelah mencurahkan
semuanya kepada Sang Maha Agung, Shabrina melanjutkan rutinitasnya hingga
menjelang jam 4 subuh, tanpa ia sadari ia kembali terlelap. Sang Ibu yang
terbangun, terharu melihat anaknya yang masih menggunakan mukena putih usang
dengan buku-buku yang bertebaran di sampingnya,
“ Nak, maafkan ibu
nak, Ibu doakan kamu akan sukses dimanapun kamu berada, Ya Allah kabulkan doa
hamba Ya Allah ” ucap beliau sambil mencium kening putrinya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Shabrina sedang
berjalan menuju kelas, ketika ia mendengar suara memanggil dirinya. Ketika
menoleh , tampak Hanifah bergegas menyusulnya
“ Cepet amat
jalannya, Shab! Kayak dikejar setan hehehe”
Sebenarnya Shabrina
memang tidak ingin berjalan dengan Hanifah, ia tidak mau peristiwa kemarin
terjadi lagi. Ia sadar, dirinya dan Hanifah bagaikan langit dan bumi. Hanifah
adalah seorang anak manager perusahaan yang terkenal di kotanya. Hanifah
mempunyai postur tubuh tinggi, berkulit putih, dan ia merupakan anak kesayangan
guru, semua orang disekolah ini mengenalnya sebagai siswa yang pintar terutama
di bidang matematika.
“ Hari ini pengumuman
hasil OSN kan?”
Shabrina hanya
menggangguk kecil
“ kok lemes shab?
Kamu sakit?”
“ Gak apa-apa kok”
“ Eh Hanifah,
akhirnya dateng juga! Ajarin pr yang nomor lima dong!”
Ya, hanya Hanifah
yang dianggap “ada” itulah hal yang selalu di rasakan Shabrina, kadang-kadang
ia lelah terus dianggap “tidak ada”, lebih tepatnya lelah berpura-pura tidak
pernah ada.
“ Hanifah, sekarang
pengumuman OSN kan? Kita yakin kamu pasti lolos provinsi!”
“ Aamiin, Shabrina
juga ya!”
“ Hah? Shabrina? Anak
usang yang baru sekali ikut itu?mana mungkin! Hahaha”
Mendengar perkataan
itu, hatinya kembali menangis, matanya berkaca-kaca, namun ia menggigit
bibirnya hingga berdarah menahan agar air matanya tidak jatuh, kemudian ia
kembali tersenyum.
Tetttt..... bel tanda
masuk berbunyi dan tak lama kemudian, seorang wanita tua dengan postur tubuh
pendek,senyuman sinis plus kacamata tua minus tujuh, masuk ke dalam kelas. Setelah dua jam
pelajaran tiba-tiba terdengar pengumuman dari speaker
“ Mohon perhatian
sebentar anak-anak, Bapak ada pengumuman yang sangat membahagiakan. Kalian
tentu tahu hari ini adalah hari pengumuman hasil OSN dan dengan senang hati
Bapak mengumumkan bahwa ada salah satu dari teman kalian berhasil lolos ke
provinsi, Selamat kepada Shabrina Alya, Bapak mohon do’a kalian semoga teman
kalian dapat mengharumkan nama sekolah kita di nasional”
Semua orang yang
mendengar pengumuman itu hanya ternganga tak terkecuali Shabrina namun seketika
Hanifah berdiri dan memeluk Shabrina
“ Selamat Shabrina,
aku tahu kamu bisa!”
Shabrina terkejut,
baru kali ini ia merasakan cinta dari seorang teman, ia langsung balas memeluk
erat Hanifah. Hangatnya pelukan itu membuatnya tak mampu menahan air mata.
Ketika bel pulang
berbunyi, Shabrina bergegas keluar kelas, ia ingin segera sampai di rumah dan
memberitahukan ibunya tentang hal itu Hatinya sangat bahagia, impiannya untuk
membuat ibunya tersenyum akhirnya terwujud, Alhamdulillah.
Namun, alangkah
terkejut Shabrina ketika mendapati ibunya sedang menangis terisak-isak dirumah
“ Ibu, ada apa?”
“ Abang nak... “
“ Abang kenapa bu?”
“Abang, Abang ke-ke
celakaan nak”
“ Apa?! Dimana abang
sekarang bu?!”
“Dirumah sakit nak..”
Jantung Shabrina
berdegup kencang, tubuhnya terasa lemas,hatinya mulai merasa ketakutan
“ tidak, aku tidak
ingin kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya!” teriaknya dalam
hati
Kemudian Shabrina dan
Ibunya segera menuju ke rumah sakit tempat abangnya berada, sesampainya dirumah
sakit, ia segera bertanya kepada dokter yang menangani abangnya
“ Dia kekurangan
banyak darah, dan kita harus segera melakukan transfusi darah” ucap dokter
“ Tunggu apa lagi
dok? Cepat lakukan!”
“ masalahnya kami
kehabisan stok darah dan kami pun telah menghubungi pihak PMI namun hasilnya
nihil”
“Baiklah, ambil saja
darah saya dok” ucap Ibu
“ Apa?! Tidak! Dok,
biar saya yang menyumbangkan darah saya untuk abang saya”
“ kakak!”
“ Ibu, kondisi ibu
tidak memungkinkan untuk memberikan darah ibu”
“ Tapi nak,..”
“ Ibu, tolong kakak
untuk melakukan sedikit hal berguna dalam hidup kakak”
Ibu hanya terdiam
“ Ayo dok, tunggu apa
lagi? ambil darah saya dok!”
“Baiklah”
Akhirnya Shabrina
pun dipasang selang infus untuk
memberikan darah kepada Abangnya. Sebenarnya ada perasaan takut dalam hatinya
namun ia bulatkan hatinya dan Alhamdulillah, setelah beberapa jam kemudian
abangnya berhasil diselamatkan, sedangkan Shabrina tetap terbaring lemah dengan
senyum tulusnya.
Setelah tranfusi
darah itu, kondisi Shabrina semakin menurun membuat sang ibu sangat cemas dengan kondisi
putrinya. Adzan isya akhirnya bergema menyeru seluruh umat islam untuk
menghadap Sang Illahi, sang ibu hendak membangunkan Shabrina untuk menunaikan
shalat, namun anehnya Shabrina tak juga sadarkan diri, dengan panik sang Ibu
berteriak memanggil dokter
“ dokter, suster,
tolong anak saya dok! “ bibirnya bergetar,
Segera sang dokter
masuk dan memeriksa Shabrina, berbagai cara telah dilakukan hingga menggunakan alat kejut berulang kali namun
hasil tetap nihil, sang dokter hanya tertunduk lemas menatap Shabrina yang
akhirnya menghembuskan napas terakhirnya karena ia kekurangan darah yang
diberikan kepada abangnya yang sangat ia sayangi.
Ibunya yang terkejut bukan main bahkan beliau sempat
pingsan, beliau tak menyangka akan kehilangan putrinya yang sangat luar biasa
itu.Beliau menangis terisak-isak, namun kemudian beliau sadar bahwa semuanya
hanyalah milik Sang Maha Kuasa termasuk putrinya,dan beliau mencoba untuk
tegar. Ketika masuk keruang dimana jenazah Shabrina berada, beliau tak dapat
menahan derasnya air mata di pipi tirusnya itu, dengan lembut ia mengusap pipi
putrinya yang tampak berseri itu walaupun pucat,
“ nak, kau sungguh
anak yang luar biasa, aku bersyukur diberi kesempatan untuk bisa melahirkan dan
merawat dirimu, Ibu doakan nak kamu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya,
aamiin ” ucapnya pelan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah berjam-jam,
akhirnya sang abang berhasil melewati masa kritisnya, ketika ia membuka mata
perlahan tampak ibunya dengan wajah yang sangat sembab,
“Ibu, abang dimana?”
“ abang di rumah
sakit nak”
“Hah? Emang abang
kenapa bu?”
“ Ceritanya panjang,
nggak usah abang pikirin ya! Yang penting abang udah sembuh”
“ mana shabrina bu?”
Ibu hanya terdiam,
“ Bu? Mana shabrina?”
ulangnya lagi
Ibu menghela nafas,
akhirnya beliau menceritakan semuanya
“ Apa?!”
Air mata langsung
jatuh di pipi sang abang, ya tentu saja air mata penyesalan, terbayang olehnya
kondisi adeknya yang lemah karena kekurangan darah, terbayang pula tamparan
yang pernah ia layangkan kepada adeknya. Namun apa daya, air mata penyesalan
itu tak dapat mengubah atau mengulang waktu, ah andaikan ia bisa memutar ulang
waktu, ya andai saja.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari berlanjut sejak
sang abang bisa pulang kembali ke rumah, sejak sembuh dari kecelakaan yang
hampir merenggut nyawanya,lebih tepatnya sejak Shabrina, sang adik tercinta
harus lebih dulu pergi mengahadap Sang Illahi, terlihat perubahan perangai sang
abang, ia tidak pernah lagi pulang malam,marah apalagi mencaci ibunya, bahkan
sekarang sang abang lebih sering menghabiskan waktunya di masjid dekat rumah.
Suatu siang, ketika
sang Ibu sedang merapihkan lemari kamar Shabrina, beliau menemukan sebuah buku
berwarna coklat yang tampak tua dimakan usia, karena penasaran, beliau pun
membuka buku tua itu, ternyata itu adalah buku harian Shabrina, almarhumah
putrinya.
Dibukanya perlahan
lembaran demi lembaran, kembali terbayang di benaknya sosok putrinya yang
sangat bersahaja dan selalu tersenyum tegar bahkan dalam kondisi yang
menyakitkan sekalipun, namun gerakan tangannya terhenti di lembaran sebelum
lembaran terakhir, hatinya bergetar hebat ketika membaca goresan indah
putrinya,
21 Maret 2007,
Alhamdulillah Ya Allah,
hari ini adalah pengumuman OSN, dan Engkau telah menunjukkan Keadilan-Mu,
terima kasih Ya Allah karena Engkau telah memberikan kesempatan kepadaku untuk
mengubah air mata ibuku menjadi sebuah senyuman indah, namun dihari ini pula
aku harus melihat abangku terbujur lemas bertarung dengan maut, mengapa abangku
Ya Allah? Cukup sudah aku kehilangan sosok seorang ayah, satu-satunya laki-laki
di dunia ini yang mengerti perasaanku, dan kini aku tidak ingin kehilangan
seorang laki-laki yang telah menemaniku sejak aku kecil, abangku tidak bersalah
Ya Allah, dia hanya tertekan dengan keadaanya, dia hanya membutuhkan sosok
seorang ayah.
Ya Allah, tolong jaga
Ibu dan Abangku jika kelak aku tidak bisa lagi hadir di samping mereka, Aamiin.
Akhirnya air mata ibu
tumpah saat beliau membaca lembaran terakhir,
23 Maret 2007,
Alhamdulillah, akhirnya
ibu mengizinkanku untuk melanjutkan pilihanku ini, namun mengapa hari ini aku
merasa angin begitu ramah kepadaku, dan bahkan aku merasa awan-awan dan daun-
daun pun tersenyum manis padaku, sungguh belum pernah aku rasakan sebelumnya.Ya
Allah, aku pasrah dengan rencana-Mu yang akan mengisi lembar biru hidupku ini.
Ya Allah, aku tidak
mengerti dengan semua ini,rasanya ada
sedikit ketakutan dalam dirikuyang bercampur dengan kebahagiaan yang tak bisa
dilukiskan dengan kata.
Ya Allah, jika memang
hari ini adalah hari terakhirku untuk bisa menghirup udara di bumi cinta ini,
tolong sampaikan pesanku ini kepada Ibu dan abangku, bahwa aku sangat
menyayangi mereka melebihi apapun di dunia ini, dan kini aku mengerti, hidup
ini adalah teka-teki, dan akhirnya aku bisa menemukanya, jawaban dari salah
satu pertanyaan teka-teki itu, pertanyaan yang banyak dipertanyakan oleh insan
di bumi ini, Apa Tuhan itu adil? ? Ya, bahkan Tuhan itu
sangat adil.