Saturday, November 15, 2014

cerpen :Akhirnya Ku Menemukannya



Akhirnya Ku Menemukannya

Ini kisah tentang seorang gadis biasa akhirnya menemukan jawaban tentang pertanyaan yang banyak orang sering mempertanyakannya.
--------------------------------------------------------0------------------------------------------------------
Shabrina berjalan sendiri di sebuah gang sempit dengan tas birunya  yang sudah usang, tatapannya kosong, ya inilah perasaan yang selalu disembunyikannya, perasaan yang menyesakkan dadanya namun selalu berhasil ia sembunyikan dengan senyuman di bibirnya. Kembali terngiang di telinganya perkataan Abel, salah seorang temannya”  Semoga Hanifah dapet juara satu ya!” memang tak ada yang salah dengan perkataan itu, namun tanpa disadari mengatakan hal seperti itu disamping dirinya yang juga mengharapkan ada seseorang yang mendukungnya merupakan hal yang menyakitkan untuknya.
Buliran air mata kembali membasahi pipinya, tak ada yang mengerti bahwa air mata itu merupakan jeritan hatinya yang mengharapkan cinta, tangisan yang berharap akan datang hangatnya kasih sayang , memang hal itu adalah hal sepele yang mungkin sering teman-temannya rasakan namun bagi dirinya, cinta dan kasih sayang adalah hal yang langka untuk didapatkan, bahkan sempat terbesit di pikirannya bahwa dia tidak pernah berhak mendapatkannya.
Shabrina menarik nafas dalam, berat sekali rasanya beban hidupnya, seringkali terlintas pertanyaan, apakah Tuhan itu Adil?  Entahlah, hingga saat ini ia belum  bisa menjawab pertanyaan itu.
 Akhirnya langkah kakinya berhenti di depan rumah dengaan cat abu-abu yang mulai luntur.
“Assalamualaikum”
Tidak ada jawaban, Shabrina masuk dan ia mendapat abangnya yang paling tua sedang asyik bermain game.
“ Bang, Ibu mana?”
“ Kerja” jawab Abangnya ketus.
Ia kembali menghela nafas, ya ini adalah salah satu dari beban hidupnya, akibat dari perceraian itu, Ibunya harus rela banting tulang siang dan malam untuk menghidupi keluarganya. Terbayang dalam benaknya wajah ibunya dengan garis keriput yang menggambarkan susahnya hidup yang beliau jalani.
Tak lama kemudian, sosok yang ia tunggu akhirnya datang dengan tubuh yang sudah mulai rapuh namun tetap berusaha tersenyum tegar.
“ Kakak sudah pulang nak? Sudah makan sayang?”
“ Udah bu”
Kemudian beliau menengok ke arah anak laki-lakinya yang sama sekali tidak menggubris kedatangannya.
“ Abang, sudah shalat nak?”
Tak ada jawaban
“ Bang, udah shalat nak?” dengan penuh kesabaran beliau kembali bertanya.
Namun, sekali lagi tidak ada jawaban.
Shabrina yang geram melihatnya akhirnya angkat bicara,
“Abang, denger gak apa kata ibu? Atau emang udah tuli?!”
“ diem sih! Banyak bacot amat?!”
“ makanya sopan dikit sama orangtua!”
Akhirnya tanpa berfikir panjang, Abangnya melayangkan tamparan di pipi Shabrina, sakit sekali, Shabrina tak dapat menahan air matanya lagi,
“ Nak, Ya Allah istighfar bang, istighfar! ”
Air mata deras membasahi pipi Ibunya, segera beliau memeluk Shabrina
“ Makanya jadi adek sopan dikit! Ibu juga, abang capek bu hidup gini terus!” lalu abangnya berlalu dan membanting pintu kamar.
“ Kak, maafin ibu ya kak, ini semua salah ibu” isak ibunya, tak ada yang lebih menyakitkan ketika ia melihat air mata berlinangan di wajah ibunya tercinta, bahkan tamparan tadi pun tidak ada apa- apanya.
“ Ya Allah, begitu beratkah cobaan yang harus hamba hadapi” jerit Shabrina dalam hati
Kembali teringat masa lalunya, masa lalu yang sempat memberikan harapan indah untuk sebuah kehidupan, masa lalu ketika ia masih memiliki sebuah keluarga utuh yang bahagia, masa lalu dimana abangnya sangat menyayangi ibunya bahkan tak kan berani marah bahkan membentaknya, masa lalu dimana ia masih bisa merasakan kasih sayang sosok laki-laki yang berwajah teduh, masa lalu dimana ia masih bisa bersandar kepada sosok laki-laki itu ketika menangis sehingga tak harus menanggung sendiri kekejaman hidup ini.
Namun, masa lalu yang indah itu akhirnya hancur berkeping-keping disaat seseorang manusia datang dan menghancurkan keluarganya, manusia yang sangat ia benci hingga saat ini. Keluarganya kini retak, lelaki berwajah teduh telah pergi entah kemana, bahkan abangnya yang tak kuat menahan cobaan ini sekarang berubah menjadi seseorang yang tak pernah ia kenal, seseorang yang dipenuhi amarah bahkan tak segan-segan mencaci maki ibunya, seseorang yang lebih senang menghabiskan waktunya bersama teman-teman hingga larut malam, seseorang yang seperti tidak pernah mengenal siapa Tuhannya, sejak saat itulah ia sering bertanya, apa benar Tuhan itu adil?
Tetesan hujan dari langit milik Yang Maha Kuasa itu menjadi saksi dari selembar kehidupan seorang gadis yang haus akan cinta, sedangkan disisi lain teman-temannya kelebihan bahkan menyia-nyiakan cinta itu sendiri.
Jam tua yang bergantung di dinding yang beberapa bagiannya diselimuti lumut  itu masih menunjukkan pukul 2 dini hari, disaat remaja-remaja lain sedang asyik berpetualang di negeri impiannya, seorang gadis sedang bersujud menangis di hadapan Allah, Tuhan Yang Maha Besar,ya gadis itu adalah Shabrina.
“ Ya Allah, ampunilah dosa-dosa ayah dan ibuku, ampuni dosa hamba-Mu yang lemah ini, jangan engkau biarkan ibuku yang menanggung dosa kami, anak-anaknya, Tolong hamba Ya Allah izinkan hamba untuk bisa menggantikan air mata ibu menjadi sebuah senyuman kebahagiaan, Aamiin”
Setelah mencurahkan semuanya kepada Sang Maha Agung, Shabrina melanjutkan rutinitasnya hingga menjelang jam 4 subuh, tanpa ia sadari ia kembali terlelap. Sang Ibu yang terbangun, terharu melihat anaknya yang masih menggunakan mukena putih usang dengan buku-buku yang bertebaran di sampingnya,
“ Nak, maafkan ibu nak, Ibu doakan kamu akan sukses dimanapun kamu berada, Ya Allah kabulkan doa hamba Ya Allah ” ucap beliau sambil mencium kening putrinya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Shabrina sedang berjalan menuju kelas, ketika ia mendengar suara memanggil dirinya. Ketika menoleh , tampak Hanifah bergegas menyusulnya
“ Cepet amat jalannya, Shab! Kayak dikejar setan hehehe”
Sebenarnya Shabrina memang tidak ingin berjalan dengan Hanifah, ia tidak mau peristiwa kemarin terjadi lagi. Ia sadar, dirinya dan Hanifah bagaikan langit dan bumi. Hanifah adalah seorang anak manager perusahaan yang terkenal di kotanya. Hanifah mempunyai postur tubuh tinggi, berkulit putih, dan ia merupakan anak kesayangan guru, semua orang disekolah ini mengenalnya sebagai siswa yang pintar terutama di bidang matematika.
“ Hari ini pengumuman hasil OSN kan?”
Shabrina hanya menggangguk kecil
“ kok lemes shab? Kamu sakit?”
“ Gak apa-apa kok”
“ Eh Hanifah, akhirnya dateng juga! Ajarin pr yang nomor lima dong!”
Ya, hanya Hanifah yang dianggap “ada” itulah hal yang selalu di rasakan Shabrina, kadang-kadang ia lelah terus dianggap “tidak ada”, lebih tepatnya lelah berpura-pura tidak pernah ada.
“ Hanifah, sekarang pengumuman OSN kan? Kita yakin kamu pasti lolos provinsi!”
“ Aamiin, Shabrina juga ya!”
“ Hah? Shabrina? Anak usang yang baru sekali ikut itu?mana mungkin! Hahaha”
Mendengar perkataan itu, hatinya kembali menangis, matanya berkaca-kaca, namun ia menggigit bibirnya hingga berdarah menahan agar air matanya tidak jatuh, kemudian ia kembali tersenyum.
Tetttt..... bel tanda masuk berbunyi dan tak lama kemudian, seorang wanita tua dengan postur tubuh pendek,senyuman sinis plus kacamata tua minus tujuh,  masuk ke dalam kelas. Setelah dua jam pelajaran tiba-tiba terdengar pengumuman dari speaker
“ Mohon perhatian sebentar anak-anak, Bapak ada pengumuman yang sangat membahagiakan. Kalian tentu tahu hari ini adalah hari pengumuman hasil OSN dan dengan senang hati Bapak mengumumkan bahwa ada salah satu dari teman kalian berhasil lolos ke provinsi, Selamat kepada Shabrina Alya, Bapak mohon do’a kalian semoga teman kalian dapat mengharumkan nama sekolah kita di nasional”
Semua orang yang mendengar pengumuman itu hanya ternganga tak terkecuali Shabrina namun seketika Hanifah berdiri dan memeluk Shabrina
“ Selamat Shabrina, aku tahu kamu bisa!”
Shabrina terkejut, baru kali ini ia merasakan cinta dari seorang teman, ia langsung balas memeluk erat Hanifah. Hangatnya pelukan itu membuatnya tak mampu menahan air mata.
Ketika bel pulang berbunyi, Shabrina bergegas keluar kelas, ia ingin segera sampai di rumah dan memberitahukan ibunya tentang hal itu Hatinya sangat bahagia, impiannya untuk membuat ibunya tersenyum akhirnya terwujud, Alhamdulillah.
Namun, alangkah terkejut Shabrina ketika mendapati ibunya sedang menangis terisak-isak dirumah
“ Ibu, ada apa?”
“ Abang nak... “
“ Abang kenapa bu?”
“Abang, Abang ke-ke celakaan nak”
“ Apa?! Dimana abang sekarang bu?!”
“Dirumah sakit nak..”
Jantung Shabrina berdegup kencang, tubuhnya terasa lemas,hatinya mulai merasa ketakutan
“ tidak, aku tidak ingin kehilangan orang yang aku sayang untuk kedua kalinya!” teriaknya dalam hati
Kemudian Shabrina dan Ibunya segera menuju ke rumah sakit tempat abangnya berada, sesampainya dirumah sakit, ia segera bertanya kepada dokter yang menangani abangnya
“ Dia kekurangan banyak darah, dan kita harus segera melakukan transfusi darah” ucap dokter
“ Tunggu apa lagi dok? Cepat lakukan!”
“ masalahnya kami kehabisan stok darah dan kami pun telah menghubungi pihak PMI namun hasilnya nihil”
“Baiklah, ambil saja darah saya dok” ucap Ibu
“ Apa?! Tidak! Dok, biar saya yang menyumbangkan darah saya untuk abang saya”
“ kakak!”
“ Ibu, kondisi ibu tidak memungkinkan untuk memberikan darah ibu”
“ Tapi nak,..”
“ Ibu, tolong kakak untuk melakukan sedikit hal berguna dalam hidup kakak”
Ibu hanya terdiam
“ Ayo dok, tunggu apa lagi? ambil darah saya dok!”
“Baiklah”
Akhirnya Shabrina pun  dipasang selang infus untuk memberikan darah kepada Abangnya. Sebenarnya ada perasaan takut dalam hatinya namun ia bulatkan hatinya dan Alhamdulillah, setelah beberapa jam kemudian abangnya berhasil diselamatkan, sedangkan Shabrina tetap terbaring lemah dengan senyum tulusnya.
Setelah tranfusi darah itu, kondisi Shabrina semakin menurun membuat  sang ibu sangat cemas dengan kondisi putrinya. Adzan isya akhirnya bergema menyeru seluruh umat islam untuk menghadap Sang Illahi, sang ibu hendak membangunkan Shabrina untuk menunaikan shalat, namun anehnya Shabrina tak juga sadarkan diri, dengan panik sang Ibu berteriak memanggil dokter
“ dokter, suster, tolong anak saya dok! “ bibirnya bergetar,
Segera sang dokter masuk dan memeriksa Shabrina, berbagai cara telah dilakukan hingga  menggunakan alat kejut berulang kali namun hasil tetap nihil, sang dokter hanya tertunduk lemas menatap Shabrina yang akhirnya menghembuskan napas terakhirnya karena ia kekurangan darah yang diberikan kepada abangnya yang sangat ia sayangi.
Ibunya yang  terkejut bukan main bahkan beliau sempat pingsan, beliau tak menyangka akan kehilangan putrinya yang sangat luar biasa itu.Beliau menangis terisak-isak, namun kemudian beliau sadar bahwa semuanya hanyalah milik Sang Maha Kuasa termasuk putrinya,dan beliau mencoba untuk tegar. Ketika masuk keruang dimana jenazah Shabrina berada, beliau tak dapat menahan derasnya air mata di pipi tirusnya itu, dengan lembut ia mengusap pipi putrinya yang tampak berseri itu walaupun pucat,
“ nak, kau sungguh anak yang luar biasa, aku bersyukur diberi kesempatan untuk bisa melahirkan dan merawat dirimu, Ibu doakan nak kamu mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya, aamiin ” ucapnya pelan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah berjam-jam, akhirnya sang abang berhasil melewati masa kritisnya, ketika ia membuka mata perlahan tampak ibunya dengan wajah yang sangat sembab,
“Ibu, abang dimana?”
“ abang di rumah sakit nak”
“Hah? Emang abang kenapa bu?”
“ Ceritanya panjang, nggak usah abang pikirin ya! Yang penting abang udah sembuh”
“ mana shabrina bu?”
Ibu hanya terdiam,
“ Bu? Mana shabrina?” ulangnya lagi
Ibu menghela nafas, akhirnya beliau menceritakan semuanya
“ Apa?!”
Air mata langsung jatuh di pipi sang abang, ya tentu saja air mata penyesalan, terbayang olehnya kondisi adeknya yang lemah karena kekurangan darah, terbayang pula tamparan yang pernah ia layangkan kepada adeknya. Namun apa daya, air mata penyesalan itu tak dapat mengubah atau mengulang waktu, ah andaikan ia bisa memutar ulang waktu, ya andai saja.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari berlanjut sejak sang abang bisa pulang kembali ke rumah, sejak sembuh dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya,lebih tepatnya sejak Shabrina, sang adik tercinta harus lebih dulu pergi mengahadap Sang Illahi, terlihat perubahan perangai sang abang, ia tidak pernah lagi pulang malam,marah apalagi mencaci ibunya, bahkan sekarang sang abang lebih sering menghabiskan waktunya di masjid dekat rumah.
Suatu siang, ketika sang Ibu sedang merapihkan lemari kamar Shabrina, beliau menemukan sebuah buku berwarna coklat yang tampak tua dimakan usia, karena penasaran, beliau pun membuka buku tua itu, ternyata itu adalah buku harian Shabrina, almarhumah putrinya.
Dibukanya perlahan lembaran demi lembaran, kembali terbayang di benaknya sosok putrinya yang sangat bersahaja dan selalu tersenyum tegar bahkan dalam kondisi yang menyakitkan sekalipun, namun gerakan tangannya terhenti di lembaran sebelum lembaran terakhir, hatinya bergetar hebat ketika membaca goresan indah putrinya,
21 Maret 2007,
Alhamdulillah Ya Allah, hari ini adalah pengumuman OSN, dan Engkau telah menunjukkan Keadilan-Mu, terima kasih Ya Allah karena Engkau telah memberikan kesempatan kepadaku untuk mengubah air mata ibuku menjadi sebuah senyuman indah, namun dihari ini pula aku harus melihat abangku terbujur lemas bertarung dengan maut, mengapa abangku Ya Allah? Cukup sudah aku kehilangan sosok seorang ayah, satu-satunya laki-laki di dunia ini yang mengerti perasaanku, dan kini aku tidak ingin kehilangan seorang laki-laki yang telah menemaniku sejak aku kecil, abangku tidak bersalah Ya Allah, dia hanya tertekan dengan keadaanya, dia hanya membutuhkan sosok seorang ayah.
Ya Allah, tolong jaga Ibu dan Abangku jika kelak aku tidak bisa lagi hadir di samping mereka, Aamiin.

Akhirnya air mata ibu tumpah saat beliau membaca lembaran terakhir,

23 Maret 2007,
Alhamdulillah, akhirnya ibu mengizinkanku untuk melanjutkan pilihanku ini, namun mengapa hari ini aku merasa angin begitu ramah kepadaku, dan bahkan aku merasa awan-awan dan daun- daun pun tersenyum manis padaku, sungguh belum pernah aku rasakan sebelumnya.Ya Allah, aku pasrah dengan rencana-Mu yang akan mengisi lembar biru hidupku ini.
Ya Allah, aku tidak mengerti dengan semua  ini,rasanya ada sedikit ketakutan dalam dirikuyang bercampur dengan kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata.
Ya Allah, jika memang hari ini adalah hari terakhirku untuk bisa menghirup udara di bumi cinta ini, tolong sampaikan pesanku ini kepada Ibu dan abangku, bahwa aku sangat menyayangi mereka melebihi apapun di dunia ini, dan kini aku mengerti, hidup ini adalah teka-teki, dan akhirnya aku bisa menemukanya, jawaban dari salah satu pertanyaan teka-teki itu, pertanyaan yang banyak dipertanyakan oleh insan di bumi ini, Apa Tuhan itu adil? ? Ya, bahkan Tuhan itu sangat adil.

No comments:

Post a Comment